Surat Pembaca

Orangtua Itu Dan Rukunnya

Orangtua Itu dan Rukunya
Dan Pekalongan memberi sentuhan Pelajaran Kembali

@yudhaheryawanasnawi.

Setiap kali saya bermalam di Pekalongan, selalu saya upayakan untuk sholat Subuh berjamaah di Masjid Agung Pekalongan yang berada di kawasan alun-alun kota—di mana denyut sejarah dan aroma laut bertemu dalam sunyi yang agung. Masjid itu berdiri anggun dengan atap limasan yang menyerupai mahkota Jawa, memadukan langgam tradisional dan nuansa Timur Tengah yang bersahaja. Di bawah langit-langit kayu yang tua dan langgam tiang yang menyimpan cerita zaman, cahaya lampu kuning keemasan menyentuh ubin dingin, seakan membisikkan bahwa waktu bukan musuh, melainkan saksi.

Sambil menunggu adzan Subuh berkumandang, saya duduk menyender di pilar tua masjid, merasakan udara dini hari yang asin dan lembab menyusup di sela napas. Dalam kesenyapan itulah mata saya tertumbuk pada seorang bapak sepuh yang sedang menunaikan sholat sunnah dengan kekhusyukan yang langka. Tubuhnya tampak renta, tapi jiwanya kokoh. Dan yang membuat hati saya bergetar bukan pada sujudnya, tetapi pada rukunya—panjang, dalam, dan penuh diam yang menjelma zikir. Seolah-olah ruku itu bukan sekadar gerak, tapi suatu pengakuan batiniah akan kefanaan.

Ruku, secara lughoh berarti “tunduk” atau “merendah.” Ia adalah posisi tubuh yang membungkuk, tetapi dalam makna spiritualnya ia adalah sikap batin yang meletakkan ego di bawah kaki Tuhan. Dalam sholat, ruku bukan hanya bagian dari ritus, tapi adalah pengantar jiwa menuju sujud; ia adalah jembatan antara berdiri dengan kerendahan total. Dalam ruku, seseorang belum sepenuhnya tenggelam, tetapi sudah tak lagi tegak. Seperti usia senja—antara tegak dan rebah, antara daya dan pasrah.

Saya teringat ungkapan para ulama sufi, bahwa usia sepuh adalah ruku-nya hidup. Saat seseorang telah melewati berdiri tegapnya masa muda, lalu perlahan membungkuk dalam kerendahan dan kearifan. Dalam usia tua, manusia diberi waktu untuk memperpanjang rukunya: menyusun ulang makna, memurnikan cinta, dan menundukkan ambisi yang dulu mendominasi. Ruku panjang itu—seperti yang saya lihat pagi itu—bukan karena lemah, tapi karena ia tahu, hanya dalam tunduk ada cahaya.

Malam dan pagi Pekalongan seolah memberi pesan bahwa waktu bukan hanya pengikis usia, tapi penyaring hakikat. Kota ini, yang dikenal dengan batiknya yang rumit dan warnanya yang lembut, mengajarkan bahwa kehidupan juga harus melalui proses pewarnaan dan pengulangan untuk menjadi utuh. Ruku adalah motif jiwa yang sedang ditata ulang: tidak sekadar menunggu ajal, tetapi menata diri dalam irama menuju-Nya.

Bapak itu telah pergi saat saya membuka mata dari tafakur saya. Tapi jejak rukunya masih membekas di ubin masjid dan di hati saya. Ia tidak berbicara sepatah kata pun, namun geraknya menuturkan kitab panjang tentang waktu, tubuh, dan jiwa yang belajar menyerah dengan indah. Ruku panjangnya adalah puisi sunyi yang ditulis dengan tubuh dan dibaca dengan hati.

Mungkin itulah hakikat dari ruku: bukan hanya membungkuk di hadapan Tuhan, tetapi bersedia membungkuk di hadapan kehidupan—menerima, merelakan, mengamini. Dan pada titik itu, saya belajar bahwa orangtua itu tak sedang lelah, ia sedang bersujud dalam perjalanan pulang, di mana setiap ruku adalah langkah mendekat. Pekalongan pagi ini tidak sekadar kota di tepi pantai, tapi jendela ruhani, tempat saya melihat ruku sebagai pelajaran hidup yang paling halus.

Yudha Heryawan Asnawi

Penulis/Pengirim

Redaksi

Share
Published by
Redaksi

Recent Posts

Wirausaha Jurus Jitu KEMNAKER Hadapi Era Aging Population

Radio Lansia - Di tengah upaya pemerintah mengurangi angka pengangguran, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Balai…

2 weeks ago

Usia Hanya Angka, Belajar Tak Mengenal Batas

Jakarta – Aula Rumah Sakit Santa Elisabeth, Bekasi dipenuhi semangat dan keceriaan. Pada hari itu,…

2 months ago

Di Antara Ilmu dan Cahaya

Di Antara Ilmu dan CahayaBukan Hanya Al Ghazali, mungkin juga kita,Bukan Hanya Pendidik, mungkin yang…

2 months ago

Pensiunan! Bukan Berhenti, Hanya Ganti Posisi

JAKARTA – Perkumpulan Juang Kencana (JuKen) BKKBN, wadah bagi para pensiunan Badan Kependudukan dan Keluarga…

2 months ago

Sepuh dan Disepuh

Sepuh dan Disepuhsatu dengan yang lainnya memang berbeda @yudhaheryawanasnawi Sepuh adalah kata yang mengalir pelan…

2 months ago

Semangat Muda Menjemput “Kehidupan Kedua”

Jakarta, 23 Juli 2025 - Hotel Green Forest, Bogor, menjadi saksi bisu kehangatan dan semangat…

2 months ago